Freitag, Oktober 17, 2003

Poster

Dari pada ntar lupa simpan poster dulu ach, judulnya "In situ digestion" rock phosphate. Poster ini ditampilkan pada, 8th International Symposium on Soil and Plant Analysis South Africa, January 13-17, 2003

Donnerstag, Oktober 16, 2003

Ausflug

Minggu ketiga August yang lalu institut saya mengadakan "Ausflug" atau excursion. Sebulan lebih sebelum harinya sudah ada "Aushang" atau pengumuman, siapa-siapa yang mau pergi serta disitu sudah ada "Ausblick" apa saja kegiatan serta lokasi yang akan dikunjungi, dan tentunya berapa udunan yang musti dibayar. Acara ini selalu diadakan setiap tahunnya, katanya ini adalah salah satu bentuk penyegaran dan juga sambil belajar. Ada dua lokasi yang akan dikunjungi, pertama museum alam yang bernama Museumsdorf Hoesseringen, yang terletak dipinggiran kota Uelzen, dan saya pernah dulu berhenti sebentar di kota ini, karena kota ini menjadi tempat transit kereta dari arah selatan Jerman menuju Hamburg. Tempat kedua yang akan dikunjungi adalah pabrik roti Wasa atau yang lebih dikenal juga dengan nama Barilla yang terletak dikota kecil Celle. Seminggu sebelum berangkat saya tidak tertarik untuk pergi, cuma karena berangkat ini adalah diwajibkan oleh professor, yach terpaksa juga pergi. Pagi-pagi saya sudah bangun, karena berangkat jam 07.00, dan biasanya telat paling 1-2 menit kalau pun ada. Seperti biasa sepanjang perjalanan didalam bis wisata, professor saya dengan microfon kecil menerangkan segala sesuatunya sepanjang jalan, ya tema utamanya pertanian dengan sugar-beet, wheat, jenis tanah apa, permasalahan yang dihadapi, penanggulangan serta tentunya tema penelitian yang sedang dan akan dilakukan diinstitute. Perjalanan ngga terasa juga dengan mendengar kuliah2 seperti ini. Kurang lebih perjalanan 3 jam dari insitute saya, sampailah kami kelokasi yang pertama, museum alam. Museum ini sudah saya duga sebelumnya, pasti tidak menarik dan membosankan. Ada teman saya dari Mesir yang hoby berceloteh, sangat kelihatan sekali bahwa dia ngga suka ketempat seperti ini, saya cuma menghibur, toh barangkali ada faedahnya yang kita ambil dari sini. Dibagilah kita dua group, satu berbahasa Deutsch dan satu Englisch, dan tentunya kelompok saya adalah yang terakhir dan sebagai guidenya my professor. Dengan memandang sekeliling lahan bekas pertanian yang digarap oleh masyarakat baheula, yang luasnya sekitar 10 hektar, dan dikiri-kanan jalan satumeteran ada bebarapa rumah serta kandang ternak mereka serta ada lahan seperti tegalan, serta ada juga lahan kosong yang dipagar tempat kambing-kambing ditambatkan, professor saya dengan bersemangat menerangkan apa yang dilakukan penduduk tempatan pada tahun 1600-1900 dulunya. Dari beberapa pandangan dan ringkasan cerita, ada beberapa point penting juga yang saya dapatkan. Ada sebuah rumah tua, dengan dapur yang terletak diruang tamu, dan menurut dia rumah ini adalah salah satu rumah orang kaya didaerah ini. Ada teman bertanya, kok dapurnya diruang tengah? My professor menerangkan bahwa salah satu fungsi extra dapur ini adalah sebagai heizung atau pemanas, karena dulu belum ada sistem electric seperti sekarang, dan juga biasanya mereka sambil masak juga mengadakan pesta keluarga dan disamping unggun/dapur ini tentunya. Lalu dia menunjuk daging bakar yang digantung atas perapian tadi, dan kelihatannya sangat besar dan keras. Lalu dia menerangkan mengapa seperti itu, salah satu alasannya adalah daerah sini atau utaranya Jerman sangat dingin mulai dari November sampai Maerz saljunya tebal, jadi para petani didaerah ini ngga bisa apa, apa. Salah satu strategi mereka biar tetap makan/hidup di musim dingin adalah membuat daging bakar yang banyak lemak dan besar. Lalu dia menyindir juga, coba kita lihat di Afrika katanya (untung contohnya bukan Indonesia), disana orang ngga perlu memikirkan makan untuk musim dingin, malahan untuk besokpun ngga perlu dipikirkan, toh bawa tombak saja lalu masuk hutan, dapat makanan. Kami hanya tersenyum mendengarkannya. Trus dia simpulkan juga, bahwa alampun ikut membentuk kedisiplinan dan bla..bla.. Dalam hati saya, benar juga tuch, coba dinegara saya kan sepanjang hari petani bisa bercocok tanam....to be continue!!!


Mittwoch, Oktober 15, 2003

Auf den Punkt gebraucht

Es gibt mehr Probleme als Zeit zu deren Loesung, daher verdraengt das Dringendste oft das Wichtigste (Henry Kissinger). Tulisan ini ada disamping photo Dzakiyyah yang lagi megang balon merah halaman 23, und mehr

Kesan pertamaku

Sekarang lagi istirahat siang, saya mencoba untuk menulis diary ini. Ada beberapa hal yang selalu menarik buat saya bulan Oktober ini, pertama bulan ini adalah ulang tahun anak mertua saya dan tentunya diperingati setiap tahun, kedua saat tiga tahun yang lalu saya berangkat untuk pertama kalinya ke Jerman, dan ketiga tentunya pada bulan ini ada libur satu hari untuk "Tag der Deutschen Einheit". Nah, peristiwa yang kedua terakhir ini lah yang bertepatan dulunya, saya berangkat dari Jakarta to Frankfurt. Nah apa kesan pertama sampai di Jerman, sulit juga mana yang paling menarik. Yang jelas dari Frankfurt ke Goettingen saya naik kereta atau yang lebih dikenal dengan nama Zug, tentunya penuh karena kebetulan harpitnasnya Jerman, dan biasanya banyak orang ambil urlaub. Mau naik zug ini serba kudu cepat, kalau telat sedikit yah nunggu zug berikutnya. Nyampe dikota yang saya tuju, wao... hampir semua taxi mercedes. Jadi ada istilah dari teman-teman kalau mau jadi orang keren ala kita, yach naik taxi aja, hitung2 naik mobil mewah. Trus sepanjang jalan dekat perumahan berjejer mobil, dan hampir tidak ada yang di garasi. Saya tidak bisa membayangkan kalau terjadi seperti ini di negaraku. Kata teman saya, prinsip orang2 disini, dari pada sewa garasi mobil mahal, mendingin mobil berdingin dan berpanas ria, ntar kalau berkarat ganti yang baru. Hebat juga solusinya, toh bakalan ngga hilang kalau mobil nagkring diluar, tentunya kagak perlu juga pakai alarm dan security lainnya. Nah ada dua hal penting yang dulu selalu diingatin teman saya kalau mau keluar negeri, ternyata itu memang sangat penting. Kalau bulan Oktober sampai Maerz, jangan lupa pakaian dingin, dan itu harus ditaroh ditas atau dijinjing, jangan ditaroh di bagasi, ntar kalau sampai dibandara udara dingin langsung menyapa. Kedua, makanan menjelang belanja ke supermarkt. Saya jadi teringat dulu kebetulan ada teman dari Afrika yang baru datang, dan kebetulan itu hari Minggu, tentunya semua supermarkt tutup, sementara perut kan perlu diisi. Itu beda dengan kita di Indonesia, mall dan supermarkt justru rame dihari minggu/libur, kalo disini kagak buka. Alhamdulillah, kebetulan saya bawa indomie, itulah yang menjadi makanan menjelang Senen olehnya. Jadi perlu diingat bawa Indomie dan sejenisnya kayaknya penting dech kalo keluar negeri, apa lagi bawa rendang, bakalan tambah asyik, plus rice-cooker, lengkaplah sudah.

Dienstag, Oktober 14, 2003

Interview

Pantas saja hari ini dingin sekali, pas sampai di institut saya lihat online Wetter ternyata pagi ini suhu mencapai 0 derajat celsius dan angin 7 km/h. Untung saja saya bawa pakaian lengkap ala winter, walaupun sekarang masih herbst dan di halte saya ngga perlu lama menunggu karena bisnya tepat waktu jam 07.35, yang biasanya jam segini selalu telat 3 sampai 5 menit karena jam sibuk anak sekolah. Dan minggu ini sampai minggu depan 13.-25. Oktober anak sekolahan ferien, ngga tahu liburan apa, tapi kata teman saya itu liburan menjelang pergantian musim sommer ke winter. Cuma asyik juga, jadi ngga perlu berdesakan ala KRL Bogor-JKT, paling isinya sampai ke institut saya 5-7 orang, dan dijamin fuenktlich.
Kemaren ada yang lucu juga, salah seorang laboran datang ke ruangan saya nanyain tentang orang Jerman yang saya bilang ngga banyak ketawa, sambil membawa hasil wawancara saya dengan sebuah majalah terbitan institut saya Wissenschaft erleben . Sekitar bulan Juli yang lalu kebetulan saya dapat tawaran wawancara mengenai kehidupan di Jerman menurut pandangan Gastwissenschaftler. Pertanyaan-pertanyaan umum diajukan, seperti mengapa ke Jerman? Mengapa ke institut ini? Yach saya jawab dengan idealis tentunya, bahwa saya ingin mengecap lembaga penelitian diluar negeri dan kebetulan disini saya lihat fasilitasnya memadai untuk penelitian saya. Trus professornya juga banyak publikasinya di journal international, saya bilang. Dan bla..bla.., trus yang menarik bagi interviewerin malahan masalah sosial. salah satu pertanyaannya, bagaimana kesan pertama anda sampai di Jerman? Dengan spontan saya bilang, orang Jerman ngga banyak ketawa, ech ternyata judul besar wawancara saya ini di halaman 14-15 terpampang Die Deutschen lachen nicht so viel. Makanya laboran kemaren langsung nanyain sama saya, dulu juga salah seorang Putzfrau datang kesaya dengan mencoba sedikit senyum dan bertanya, sudah baca belum majalah ini? Udah, kata saya. Sambil beramah-tamah dia berdiskusi dengan saya, tentang ini, itu dll. Dan juga mencoba membantu permasalahan saya yang diwawancara tersebut saya bilang sulit mencari Kindergarten untuk anak saya. Trus, saya bilang terima kasih, mungkin Januar tahun depan dapak kok, saya bilang. Permasalahannya juga lokasi, sebab saya inginnya dekat apartment saya, jadi ngga sulit ngantarin pagi-pagi. Ok dech demikian dulu, habis mau nulis penelitian saya dulu, saolnya schedule hari ini membahas chapter discussion. Wassalam

Montag, Oktober 13, 2003

IN SITU DIGESTION

IN SITU DIGESTION - A NEW APPROACH TO IMPROVE PLANT AVAILABILITY OF NON WATER-SOLUBLE PHOSPHATES

Ewald Schnug1, Leila Habib1,3, Xiaohui Fan1,2, Juergen Fleckenstein1, Imron Rosyadi1, Jutta Rogasik1 & Silvia Haneklaus1

1Institute of Plant Nutrition and Soil Science, Federal Agricultural Research Centre,

Bundesallee 50 D-38116, Braunschweig , Germany; 2Institute of Soil Science, Chinese Academy of Sciences, Nanjing 210008, P. R. China; 3Faculty of Agriculture, Tishreen University, Lattakia, Syria

Phosphate is the first non-renewable resource which is depleted within the next 50-100 years and agriculture is the largest user of phosphates and also the largest source for losses of phosphates by environmental dispersion (surplus enrichment in soils, erosion) and irreversible fixation (meat bone meals and ashes). It may be assumed that the apparent recovery of fertilizer phosphate is about 100% in fertile soils. This, however, requires that the phosphate applied is water-soluble in order to be fully part of site-specific phosphate dynamics. Organic farming for instance allows only the use of non water soluble phosphate sources (Guano, farmyard manures, Meat Bone Meals (MBM), wood ash and soft, ground raw phosphate). This causes a major problem in organic farming, because plant available, soluble soil phosphate levels will decrease and the soil fertility will diminish, if fertilizer rates are based on total amounts, which just replace the take-off of phosphate. The development of new fertilizers and strategies promises to solve this problem. The concept of "in situ digestion" takes advantage of the acidifying effect of elemental sulphur, which applied together with rock phosphates or calcium phosphates dissolves the phosphorus material. In an incubation experiment the influence of two P:S compound products (Prock phosphate : Selemental = 40:60 and 30:70), inoculation with sulphur oxidizing bacteria and soil temperature on transformation processes was tested. Inoculation yielded a significantly higher oxidation rate of elemental S. Generally, a higher temperature caused faster oxidation rates of elemental sulphur. The sulphate content after oxidation of elemental sulphur was closely related to a decrease in soil pH. At an incubation temperature of 230 C, the water-soluble P content increased significantly over time in the inoculated treatments. In comparison, at 30° C an increase in water soluble P was determined up to the 6th week of experimentation, while a decline was observed from week 6 to 10, which may be attributed to an immobilization of water soluble P (source: COST Action 829)

Jalanan

Setiap kali saya membaca berita dari milis atau mendengar langsung cerita teman2 yang baru pulang dari Indonesia (negeriku tercinta), topik yang menarik adalah "toleransi" berlalu lintas. Berbagai versi yang lucu dan terkadang menyebalkan terlontar bagaimana gambaran sesungguhnya lalu-lintas diberbagai kota besar di negaraku (katanya). Ada salah seorang anak teman yang baru pulang minggu kemaren, dia bilang "kok mobilnya parkir di jalan?". Orang tuanya hanya tersenyum mendengar celoteh anaknya, padahal itu kan rombongan mobil macet. Nah, disini (katanya lagi), paling banyak sikap masyarakat yang "toleransi", apatis, individualis dll. Mark jalan tidak lah menjadi barang yang perlu diperhatikan, jangan kan itu, pak pol... saja tak membuat pengemudi (yang kagak ngerti aturan) ngeri. Saling dahului, saling klakson, saling umpat, itu makanan sehari2.
Nah bagaimana enaknya kalau semuanya ikut aturan, tanpa "toleransi". Di negeri tempatku berlabuh sekarang, anak sekolahan dengan enaknya dijalanan pakai CD-player, mau nyebrang tinggal lihat lampu hijau, dan bakalan ngga kena klakson. Jadi kagak perlu lagi lihat kiri-kanan, takut mobil nyolong. Kalau masalah klakson mobil, kayaknya seharian kalau kita dijalanan, bisa dihitung dengan jari, tapi kalau wochenende banyak juga kalau ada rombongan orang pesta kawinan.
Cuma lain negeri lain pula cerita. Dulu waktu saya reise ke Prancis, wah sampai seperempat jam nunggu lampu merah, eh orang disamping saya kagak perlu lihat lampu merah kalau nyeberang.