Akhir tahun kemaren ada pengalaman sedikit menggelitik. Tersebutlah kisah (kayak mau mendogeng aja yaaa..), gulai ikan yang enak buatan istri yang baru belanja di Asianshop. Harga ikan enak tersebut sekitar 4 euro sekilo. Sambil sedikit bersila di atas kursi dengan lahapnya kita makan ikan gule yang ueenak tersebut. Saking asyiknya makan tanpa terasa ludes lah nasi yang cukup banyak dimasak tadi, maklum gule ikan...!
Nggak lama setelah makan, terasa dikerongkongan ada yang nyangkut. Tanpa mencari alasan lain, tertuduhlah tulang ikan tersebut yang nyangkut . Dilihat dikaca yaa nggak kelihatan, di bawa minum banyak...masih terasa ada yang nyangkut. Diambillah pisang dan ditelan tanpa dikunyah dengan harapan tulang ikan itu masuk ke perut. Hasilnya? Teteeeppp nyangkut!!. Jadi teringat pesan orang tua2, kalau ada tulang yang nyangkut dikerongkongan maka pukul pundak! Tapi itu nggak jadi dilaksanakan, takut nambah penyakit aja ntar leher yang jadi bengkok….ya nggak?
Sehari berlalu tulang ikan masih terasa. Kayaknya sih kecil, tapi yang namanya ada barang nyangkut susah kan? Sudahlah nggak enak makan dan minum, sedikit banyak menganggu aktivitas kerja juga. Setelah konsultasi sama istri, akhirnya diputuskan untuk pergi ke dokter. Tentunya ke dokter Hals-, Nasen-, Ohrenheilkunde (HNO) atau THT kalau di Indonesia. Kebetulan akhir tahun jadi susah mencari dokter karena kebanyakan urlaub/libur. Setelah dicari di gelbeseiten/buku kuning ditemukanlah salah seorang dokter HNO yang masih buka. Akhirnya baru esok harinya janji mau berobat.
Di tengah turunnya salju dan cuaca dingin yang menusuk tubuh pergilah menuju alamat dokter tersebut. Setelah giliran untuk diperiksa, saya ceritakan “tragedi“ tulang ikan tersebut. Lalu dengan dibantu seorang perawat dokter menyemprotkan entah obat apa hingga membuat mulut menjadi kering dan kaku,kemudian saya kembali disuruh menunggu. Saya pikir ini obat apa ya?? Kok tega banget itu dokter nyemprot sehingga mulut jadi kaku begini ? Ok lah, bisik hati saya yang penting cepat sembuh biar tulang hilang secepat mungkin. Sekitar 10 menit kemudian kembali dipanggil. Dengan peralatan lengkap kayak sendok dan garpu serta besi2 lainnya dilengkapi dengan lampu senter yang menempel dikening, kembali disuruh buka mulut dan dia mengamati ada apa dikerongkongan sana. Menit berlalu, mulut udah capek dibuka melulu lalu dengan wajah sedikit mengkerut dokter bilang, keine..keine aber gefaehrlich (ngga ada..ngga ada cuma berbahaya), terus dia menyarankan langsung pergi ke rumah sakit. Dengan cepat dia membuatkan resep/pengantar untuk segera ke rumah sakit karena katanya takut infeksi dan musti dikeluarkan segera.
Dengan lunglai dan perasaan sedikit ciut saya pun berlalu dari dokter tersebut dan langsung menuju rumah sakit yang berjarak sekitar 20 menit. Masih terbayang ucapan dokter tersebut, gefaehrlich... gefaehrlich..!! Setelah bertanya ke informasi di klinikum (rumah sakit) pemerintah tersebut akhirnya saya bertemu dengan dokter HNO. Saya ceritakan lagi apa yang terjadi dan sambil menunjukkan surat pengantar. Lalu dia mempersiapkan alat2 sedikit lebih canggih, cuma intinya tetap ngintip ada apa yang nyangkut dikerongkongan. Walhasil.....sama saja, dia bilang ngga ada. Terus dia memberi resep lagi, katanya bawa resep ini besok pagi, nanti kita akan periksa lagi dengan alat yang lebih canggih. Itu sih kalau anda mau, katanya. Dalam hati saya, sudahlah capek2 ngejar kesini sama juga hasilnya. Cuma yaa...karena rasa penasaran tadi, akhirnya kudatangi juga.
Dengan langkah gontai saya pulang dan menuju halte bus. Sambil memikirkan apa besok kembali kesitu atau tidak? Ditengah perjalanan saya telpon istri biar dia nggak kuatir pulang terlambat.
Setelah dipikir semalam, diputuskan nggak usah kembali ke klinikum, namun resep tersebut masih disimpan sampai kerongkongan terasa sembuh. Nah sekitar 2 hari berlalu....rasa nyangkut tersebut sudah nggak ada lagi, alias sembuh sendiri.....Wah senangnya bukan main, alhamdulillah. Sudah mau beli ikan lagi…he..he…nggak kapok!!enak sih..
Dua minggu kemudian datanglah rekening tagihan dari dokter tersebut, dokter pertama sekitar 70 euro dan dari klinikum sekitar 40 euro, jadilah total 110 euro hanya untuk ‘intip-mengintip’ kerongkongan doank, sementara tulangnya sudah hilang dengan sendirinya……! Syukur saja semuanya dibayar asuransi. Jadi pingin gule ikan lagi nih!!!siapa mauuu..??!!
Samstag, April 17, 2004
Abonnieren
Posts (Atom)