Donnerstag, April 08, 2004

Cerita seputar nama panggilan

Nama panggilan ini terkadang sepele, bisa pula agak sepele, atau serius bahkan sampai derajat sangat serius. Saya teringat waktu dulu KKN, kuliah kerja nyata (bulan kanak-kanak nakal lho...) sepanjang jalan kita selalu dipanggil acep/cecep, karena lokasi KKN kita didaerah Garut. Sambil sedikit menunduk sebagai tanda hormat mereka menyapa kita dengan ramah, menurut pandangan saya sangat ramah. Karena begitulah adat kebiasaan mereka menghormati tamu/seseorang. Dan suatu kali saya pernah juga di panggil ujang sama seorang ibu dipinggir jalan sewaktu saya kuliah lapangan di daerah Banten.

Padahal kalau di rumah saya dipanggil abang, bang Iron itu panggilan untuk anak lelaki. Dan kalau saudara perempuan di panggil kakak. Sementara itu panggilan kakak diperuntukkan memanggil saudara laki2 dilingkungan keluarga istri saya karena dia dari Palembang. Sedangkan panggilan saudara perempuan adalah ayuk. Lain pula di Jawa, biasanya dipanggil Mas dan Mbak. Saking banyaknya cara dan ragam panggilan terkadang kita bisa ngga menoleh, kalau seseorang memanggil kita karena nama panggilan tersebut ngga familiar dengan telingga kita. Istilahnya, dimana kita berada disitu ada sebuah nama.....(maksudnya nama panggilan).

Lalu apa panggilan seseorang kalau di Jerman? Biasanya secara formal orang yang belum kenal dipanggil Herr (untuk laki2) dan Frau (untuk pr). Sebagai contoh Herr Rosyadi. Nah kenapa tidak Herr Imron? Di panggil Herr Rosyadi karena mereka selalu memanggil seseorang yang baru kenal atau di acara yang sifatnya resmi dengan nama family. Jadi kalau ada seseorang namanya Buku Tulis, dipanggil lah dia Herr Tulis. Kalau dijalan gimana? Karena pasti kita ngga taukan nama orang padahal kita mau bertanya (terumata kalau tersesat). Panggilan umumnya adalah Sie, artinya kurang lebih anda. Makanya pelajaran awal bhs Jerman selalu dengan kalimat: Wie heissen Sie (Siapa nama anda?), Woher kommen Sie (Dari mana anda datang?).

Kalau kita sudah kenal akrab dengan seseorang ngga kan pernah lagi dipanggil Sie, secara otomatis (kayak mesin aja..he..he..) akan dipanggil du. Artinya juga anda, atau bisa kamu, ente, loe. Sifatnya informal atau lebih dekeeet. Dan satu lagi saya takkan dipanggil lagi Herr Rosyadi atau Rosyadi, biasanya akan dipanggil nama awal, Imron. Panggilan ini juga bisa juga menjadikan indikator apakah kita sudah dianggap kolega dekat atau blon? (kadang2).

Lucunya juga, jika professor kita telah memanggil kita du dan nama awal, terus kita panggil dia apa? Ini agak susah juga. Karena yang namanya kita dari timur rasa2nya ngga sopan manggil dia dengan du atau nama awal, walaupun itu lumrah bagi mereka. Salah satu strategi berbincang, yaa ...hindari kalimat yang memakai kata Sie atau du..he..he...Cara ini mungkin banyak dipakai. Karena susah2 gampang, dipanggil Sie takut dibilang ngga akrab dan dipanggil du takut dibilang sok akrab. Atau bilang saja sekalian mein professor, alles klar....!!

Dulu pernah teman saya yang notabenenya seorang bapak dosen yang sedang menjadi mahasiswa doktor. Dia mengikuti kursus bahasa Jerman di Goethe-Institut. Suatu saat dia mau bertanya sama gurunya yang kebetulan perempuan. Dia dengan santainya memanggil Meine Lehrerin (artinya kurang lebih Ibu guruku). Spontan saja teman kursus lainnya ketawa, karena bagi mereka lucu. Karena biasanya kita cukup panggil nama saja, Gabriella dsb. Akhirnya teman saya menjelaskan, bahwa kalo di Indonesia kita manggil pengajar dengan panggilan Ibu guru atau Bapak guru. Nah susahkan merobah kebiasaan ini.....??? Karena sejak dari es de, es em pe, es em a sampai kuliah kita selalu memanggil dengan sebutan Ibu/Bapak Guru/Dosen.

Sonntag, April 04, 2004

Bahrain Formel1



1. Michael Schumacher[Ferrari]
2. Rubens Barrichello [Ferrari]
3. Jenson Button [BAR-Honda]
Sumber foto: RTL

Besok pemilu

Besok mau pemilu
Jangan gunakan hati nuraini untuk nyoblos
tapi gunakan paku yang sudah disediakan panitia..he..he..,
kalo pilihan?
jelas menggunakan hati nurani bukan hati nuraini.
Selamat pemilu, semoga berjalan lancar
Dan menghasilkan pemerintahan yang bersih