Samstag, Oktober 23, 2004

Bagaimana Ramadhan di negeri orang?

Sudah tahun ke-5 saya melaksanakan Ramadhan di German, sejak tahun 2000 M (1421 H) yang lalu. Di tahun pertama datang dan Ramadhan kali ini saya sendiri tanpa kehadiran anak2, istri dan keluarga, sedangkan 3 tahun terakhir kita bersama-sama di Braunschweig menyambut kehadiran bulan penuh barokah ini. Wah sedih juga siiih, siapa yang ngga sedih.

Suasana Ramadhan? Tak ada lantunan azan yang menggema dan beduk dari masjid yang menandakan maghrib tiba dan saatnya menyantap hidangan buka puasa. Tak ada pula rombongan orang2 serta ceria anak2 berlari menunju masjid untuk menunaikan ibadah sholat taraweh. Apalagi pemandangan pasar kaget disepanjang pasar dan jalanan yang menjajakan kolak dan makanan khas bulan puasa. Pun tak terlihat kesibukan orang2 belanja dipasar mempersiapkan segala sesuatunya untuk menyambut lebaran Idul Fitri. Apalagi suasana berdesakan di bus, kereta, kapal dan pesawat terbang masyarakat yang mau mudik lebaran untuk bertemu keluarga tercinta. Semua ini tak terlihat, sudah lima tahun sejak saya „nyantri“ di Braunschweig ini.

Bagaimana suasana puasanya, jika sendirian? Sesekali saya lihat jadwal buka puasa dari lembaran yang dibagikan dimasjid minggu yang lalu. Sekian menit lagi, dan tak lama kemudian terdengar suara azan berkumandang dari komputer kerja yang memang sudah diinstal program azan dari IslamicFinder , danke..thanks..terima kasih, IslamicFinder. Seteguk teh panas yang sudah disediakan 5 menit yang lalu saya teguk (tentunya setelah baca doa doong!), dan makan roti yang memang selalu ada di laci kantor. Kemudian pergi menuju toilet untuk berwuduk dan kemudian membentangkan sajadah disisi meja kantor yang berukuran sekitar 5x6 m, dan terus sholat maghrib. Kemudian saya melanjutkan pekerjaan (lagi), karena memang belum lapar sampai jam 8 malam, baru pulang ke guesthouse naik sepeda sekitar 5 menit. Baru kemudian mempersiapkan makan malam, lalu melaksanakan ibadah lainnya.

Lain cerita kalau ada acara buka puasa bersama dan undangan dari sahabat. Buka puasa bersama kita laksanakan sekali seminggu bersama muslim Indonesia dan Malaysia di kota ini, setelah buka puasa kita lanjutkan dengan sholat taraweh bersama. Makanannya?...Wow banyaak banget, karena ibu2nya rajin-rajin serta bergiliran membawa makanan, tentunya „selera nusantara“. Undangan dari teman, juga sering (bangeet), alhamdulillah rasa rindu sama keluarga sedikit banyak terobati dengan kehadiran saudara2 yang sudah kayak keluarga juga. Bagi bujangan, termasuk bulog (he..he..) enak juga diundang makan, jadi ngga perlu masak. Cuma saya juga sedih juga, tak bisa mengundang teman2 kayak tahun2 lalu karena saya ngga sempat masak, sementara istrikan sedang di Indonesia. Jadi kebalik, malah sering diundang…! Selamat menjalankan ibadah puasa. Udah dulu yaa, soalnya mau pergi buka puasa di rumah Pak Hendarko, danke Pak Hendarko (nah, undangan lagi kan??).